26 March, 2008

Unanswered Questions about Street Teenagers

. 26 March, 2008
2 comments

I am one of those who believe that being in unlucky situation, such as suffering from poverty, bad breaks, starving, being hurt, etc., is a starting line to run or walk through the path of life in order to reach the finish line. The path where one must pass through to get to the finish line is full of hope. We can pass through the path any way we like, we can either walk or run, in any speed we set, in a moody or stable way, in a consistent or inconsistent way. It is the process to get away from that unlucky situation and to get forward to reach the finish line, where things are hopefully better; a place where one can start smiling after leaving all the unlucky situation far behind. Although one’s path may not be the same as others’ as there are many directions to choose, but all will end up at a finish line. Everyone has a chance to achieve a better ending line, at least there is always a way. The point is we must finish what we start.

This morning I somewhat doubted the above testimony I had always believed when I saw street teenagers who were supposed to be in school hanging around the street. Some of them imitate the latest popular teenage style like setting and coloring their hair as Mohawk, and wearing harajuku style outfit. Others like breathing up smell of a glue just like tranquilizer which, according to them, can make them feel relaxed and not hungry. Their actions sometime make me looking at them with suspicion and fear that I would simply like to see them disappear. I don’t know whether they are really street teenagers as referring them to teenagers for whom the street has become their real home, or could it simply because they are really homeless or without families, or they might have come from families who live in a situation where there is no protection, no supervision, nor direction from responsible adults, or they are just being neglected by their parents. Surprisingly, the fact is, not all the street teenagers come from the poor. There must be reasons why they choose to live as street teenagers. I wondered what these teenagers will turn out to be in the future.

I started to blame them for not being on the right path, at least, why they are not going to school. I blamed them as lazy teenagers who prefer hanging on the street rather than going to school or doing something worthy. I blamed their parents for having no control nor care about where their children are supposed to be during school time. Because it is normal that teenagers have a natural burning desire to learn, to be recognized as somebody and to excel; and parents are needed and are the most responsible persons to put their children on the right track. The existence of the path is not enough. It’s not simply a matter of passing through the path, but there is motivation that plays an important role in choosing the path, its direction and the goal or the finish line. These teenagers must have a dream that motivate them, but they need parents to help them going on the right path and choosing the right direction to go. If only their parents play their role, hopefully tomorrow I will not see them hanging on the street any longer.

Within seconds questions popped in my mind: What if there are reasons their parents do not care about them? What if some of these teenagers have no parents to live with? What if there is no one to take a parent’s role, at least to help them getting on the right path? Is this a kind of destiny? The questions broadened into more complicated ones, and remained unanswered. I know for sure that tomorrow I will find the same view, unless they are restrained by police which of course will not solve the problem of how to get these abandoned teenagers on the right path to reach their finish lines.

Read more.... »»

11 March, 2008

Krisis listrik, tarif naik

. 11 March, 2008
3 comments

Untuk kesekian kalinya (ribuan kali , sekian tahun kali 365 hr kali 2-3 x sehari) listrik padam lagi, sehari bisa dua kali selama @ 4jam paling cepat. Matinya mendadak, lagi! Istilah orang Medan “suka2 kau PLN”. Otomatis semua kegiatan terkena dampaknya. Lagi kerja di USU tiba2 listrik mati, ruangan yang biasa pake AC jadi gelap, sumpek. Kebetulan ruanganku di sebelah dalam koridor, jadi gak langsung kena sinar matahari.

Read more.... »»

05 March, 2008

Apatisme mahasiswa pasca reformasi

. 05 March, 2008
3 comments

Mahasiswa sekarang banyak yang pesimis dengan masa depan mereka. Apa yang akan dilakukan setelah tamat kuliah? Kerja dimana? Beberapa dari mahasiswa bahkan punya persepsi bahwa cari kerja sekarang susah kalau tidak ada koneksi. Meskipun berprestasi, tapi tanpa koneksi akan sulit mendapat pekerjaan. Tidak mudah meyakinkan mahasiswa sekarang bahwa dengan berprestasi maka peluang mendapatkan pekerjaan semakin besar.Tentunya akan lebih baik lagi jika dibekali dengan kepemimpinan. Kunci sukses seseorang setelah menjadi sarjana antara lain adalah : - prestasi dan – kepemimpinan.

Ukuran prestasi mahasiswa secara formal tentunya dilihat dari Indeks Prestasi Kumulatif.
NIlai-nilai yang diperoleh dari evaluasi pada setiap mata kuliah yang diikuti selama kuliah menggambarkan prestasi mahasiswa, terlepas dari variasi mutu pelajaran yang didapatkan di bangku perguruan tinggi. Setidaknya, dalam melamar pekerjaan, Indeks Prestasi Kumulatif merupakan salah satu persyaratan untuk minimal lolos seleksi awal. Akan hal kepemimpinan, dapat terbentuk pada diri seseorang, antara lain melalui keikutsertaan dalam suatu pengolahan perkuliahan (SAL / student active learning). Masalahnya sekarang adalah, mahasiswa beranggapan bahwa prestasi dan kemimpinan yang dimiliki tidak lagi menjamin akan mudah mendapatkan pekerjaan setelah tamat kuliah.

Sikap dan pandangan ini sangat mempengaruhi perilaku dan budaya belajar mahasiswa. Dibandingkan dengan masa kuliah saya dulu, budaya belajar mahasiswa sekarang jauh berbeda. Sekarang mahasiswa cenderung mau serba instant. Kuliah dianggap sebagai suatu kegiatan formalitas saja.Tidak jarang terlihat mahasiswa menghabiskan lebih banyak waktunya untuk kegiatan2 semacam ormas, organisasi kepemudaan diluar kampus, aktif dalam berdemonstrasi …bahkan menjadi pemain bayaran….
Kegiatan seminar atau membuat karya ilmiah semakin kurang diminati siswa. Seolah tidak ada lagi hal yang dapat memotivasi siswa untuk berprestasi.

Jika diamati, fenomena ini semakin menjadi-jadi setelah reformasi. Pasca reformasi, siapapun dapat menjadi pejabat. Tanpa harus melalui perjuangan panjang melewati suatu jenjang pendidikan tertentu, siapapun dapat duduk menjadi anggota partai politik, … yang penting ada koneksi. Pengaruh koneksi orang kuat, atau petinggi negara jelas semakin terlihat peranannya dalam penerimaan pegawai. Tidak perlu prestasi dan embel2 lainnya seperti kepribadian menarik, kemandirian, jiwa pemimpin, dsb, asal punya koneksi orang kuat maka peluang kerja sudah didepan mata. Krisis keteladanan, kira2 begitu yang saya tangkap dari pembicaraan dengan mahasiswa. Mau jadi wirausahawan, mencari proyek juga sulit kalau tidak ada “orang dalam” di departemen/lembaga/ institusi. Mau masuk ke swasta kita bersaing dengan ribuan pelamar kerja yang sebagian merupakan titipan orang tertentu .

Bagaimana caranya menumbuhkan kembali rasa percaya diri dan optimisme mahasiswa?
Saya hanya dapat memberikan pandangan kepada mereka bahwa motivasi harus diubah, jangan lagi kuliah untuk mendapatkan predikat sarjana sebagai modal kerja. Mahasiswa harus sadar bahwa kegiatan akademik baik kurikuler maupun non kurikuler adalah suatu proses untuk membina kepribadian, pola pikir untuk meningkatkan kualitas hidup. Kegiatan perkuliahan adalah proses pembentukan pola pikir mahasiswa agar berpikir analitis, kritis dan kreatif hingga mampu menciptakan lapangan kerja. Kegiatan non kurikuler dimaksudkan agar siswa mempunyai kesempatan untuk berorganisasi dan mengembangkan bakatnya di lingkungan kampus. Dengan aktifitas dalam suatu organisasi tertentu, diharapkan mahasiswa belajar mengelola suatu institusi kecil, mengemukakan pendapat, mendengar dan belajar menghargai pendapat orang lain. Mahasiswa dapat mengembangkan kreatifitas dan menuangkan ide2 serta pemikirannya, tukar pengalaman, pengamatan dan pendapat melalui kegiatan non kurikuler.

Dengan demikian, tujuan masuk Perguruan Tinggi bukan sekedar untuk “menuntut ilmu” agar menjadi sarjana dan ijasah sarjananya digunakan untuk melamar pekerjaan saja. Justru pengetahuan dan pengalaman di kampus merupakan modal menciptakan lapangan kerja. Pandangan itu harus diubah agar tidak menimbulkan apatisme ketika ijasah “sarjana” tidak laku melamar pekerjaan apabila tidak ada “koneksi”. Jadilah pencipta lapangan kerja, hindarkan menjadi pemburu lapangan kerja.

Targetnya adalah, mahasiswa setelah tamat dari perguruan tinggi, menjadi seorang yang punya kepribadian yang baik, pola pikir yang analitis, kemandirian, wawasan dan cara pandang yang luas serta punya pengalaman mengelola suatu organisasi (baca : perusahaan). Ini merupakan modal untuk meningkatkan kualitas hidup sendiri dan menjadi sumber kebahagiaan bagi orang yang tidak mampu mengembangkan diri sendiri. Berarti, siap membuka lapangan kerja bagi orang yang bukan sarjana. Dengan demikian lulusan perguruan tinggi bisa menjadi seorang entrepreneur yang tidak perlu risau dengan urusan melamar pekerjaan ke perusahaan orang lain, namun siap menampung orang lain.

Read more.... »»

Search Web

Custom Search
Translate This Page

U Comment I Follow

This Blog is part of the U Comment I Follow movement in blogosphere.Means the comment field of this blog is made DOFOLLOW.Spam wont be tolerated.

Blogger Widgets

Join the movement and Get this widget

since 21 March 2009

free counters

Followers

Internet Marketing
LinkAlizer makes it easy and fast for you to to find link exchange partners and increase traffic.
OSC Website Templates
E-commerce / oscommerce templates are prepared so it is easy to insert your personal products and content. The major benefits of E-commerce templates compared to custom design are that you save a lot of time & money as the design and the store are already done.